Peanut tinggal bersama saudara kembarnya, Pumpkin di Jungle Island, Miami. Ia beberapa kali menerima perawatan untuk melawan limfoma sejak Agustus lalu. Sementara, Pumpkin tidak sakit, namun ia tahu ada sesuatu yang salah dengan saudarinya.
Meski keduanya punya tingkat intelijensia tinggi, belajar bahasa isyarat dan bisa mengoperasikan iPad untuk berkomunikasi dengan pelatihnya, namun dokter tetap kesulitan untuk menjelaskan tentang kanker pada Peanut juga Pumpkin.
"Aku tidak bisa menjelaskan apa yang Pumpkin ketahui, namun ia sepertinya merasa ada yang berbeda dengan saudarinya," kata dokter hewan Jason Chatfield, kepala kurator Jungle Island pada MailOnline. Pumpkin yang sehat selalu ingin bermain dengan saudarinya, namun Peanut butuh banyak istirahat.
Peanut dan Pumpkin adalah yang termuda dari enam orang utan penghuni Jungle Island. Peanut sosok hewan yang terbuka dan penuntut. Ia menawarkan ranting pada dokter sebagai imbalan dari botol air yang diberikan padanya. Sementara Pumpkin pendiam, dengan poni menutupi sebagian dahinya.
Kanker pada Peanut ditemukan secara tak sengaja, saat tim dokter hewan mengetahui ia menderita masalah usus, dan tes lanjutan menguak, itu kanker.
Sementara dokter memusatkan perhatian pada Peanut, mereka khawatir Pumpkin bisa jatuh sakit. Sebab, "secara genetik mereka sangat mirip," kata Chatfield
Perawatan mirip manusia
Karena kebun binatang swasta itu tak punya staf dan dokter hewan bersertifikat onkologi, perawatan Peanut ditangani Sylvester Comprehensive Cancer Center pada University of Miami Miller School of Medicine.
Tim di sana, bersama Division of Comparative Pathology UM yang punya spesialisasi hewan liar, mengkonfirmasi diagnosis kanker pada Peanut, dan memberikan anjuran bagaimana merawat hewan asli Indonesia itu.
"Aku tak pernah punya kombinasi rasa takut dan antusias pada pasien manapun sebelumnya," kata Dr. Joseph Rosenblatt, salah satu yang merawat Peanut.
"Kami tak tahu apa yang bisa diharapkan, kami sangat ingin tahu dan selalu berharap bisa menolong binatang itu." Merawat orangutan adalah yang pertama bagi Rosenblatt, yang belum pernah bekerja merawat hewan yang lebih besar dari tikus.
Dalam perawatan orangutan itu, Rosenblatt mengatakan, dokter memilih perawatan yang paling efektif untuk manusia. Namun dengan dosis dikurangi.
Proses yang makan waktu 4-5 jam pada manusia, hanya berlangsung tiga jam untuk Peanut, yang mendapat 6 dosis, dalam jeda 21 hari, kecuali tubuhnya tak bisa menerimanya. Meski bekerja dengan baik pada manusia, dokter belum mengetahui apakah ini akan efektif pada orangutan.
Tidak seperti manusia, Peanut harus dibius selama kemoterapi. Dan meskipun dokter anestesi tahu penyebab mual pada hewan, tidak jelas apakah Peanut muntah saat perawatan pertamanya.
Linda Jacobs, perawat kebun binatang mengatakan, Peanut memang terlihat lelah menjalani perawatan, namun ia belum kehilangan rambut coklat kemerahan di tubuhnya, belum rontok. Juga, masih ada binar di matanya.
Meski masih ada risiko komplikasi, Peanut adalah pasien yang punya harapan besar. Dia masih muda dan kuat, dan mudah-mudahan bisa melalui cobaan berat itu.
Peanut bukan kera besar pertama yang dirawat dengan standar manusia karena menderita kanker. Seekor orangutan dengan kanker stadium lanjut di National Zoo, Washington menjalani operasi pengangkatan tumor ganas pada ususnya pada tahun 2000.
Pada tahun 2009, dua gorila betina di North Carolina Zoo menjalani terapi radiasi. Ketiga kasus tersebut melibatkan kera jauh lebih tua, di usia 30-an atau 40-an dan semuanya berakhir dengan suntikan mati. (umi)
Sumber: Daily Mail
Tidak ada komentar:
Posting Komentar